Radiografi C.V Cervicalis




1.   Anatomi Osteologi C.V. Cervicalis
            C.V. Cervicalis adalah tujuh buah tulang yang merupakan rangkaian tulang belakang. Tulang ini berfungsi untuk menopang tulang tengkorak yang berada di atasnya dan sebagai penghubung antara kepala dengan pundak dan badan (Haurissa, 2008).  C.V. Cervicalis ini terdiri dari tujuh ruas tulang yaitu C.V. Cervicalis pertama atau biasa disebut os. atlas, C.V. Cervicalis kedua atau biasa disebut os. axis, C.V. Cervicalis ketiga sampai dengan ke enam, dan C.V. Cervicalis ketujuh atau biasa disebut os. prominens.



Ruas-ruas dari C.V. Cervicalis adalah sebagai berikut :
a.    C.V. Cervicalis Pertama atau Os. Atlas
Os. Atlas merupakan C.V. Cervicalis pertama yang mempunyai struktur seperti cincin yang tidak memiliki badan dan memiliki prosesus spinosus yang sangat pendek. Os. Atlas ini terdiri dari sebuah arcus anterior, sebuah arcus posterior, dua massa lateralis, dan dua processus tranversus (Ballinger, 2007: 377).
Arcus anterior C.V. Cervicalis ini membentuk 1/5 bagian dari seluruh lingkaran tulang. Permukaan anterior dari arcus cembung dengan sebuah tuberkulum anterior mediana yang menjadi tempat melekatnya muskulus longus servisis. Permukaan posterior dari arcus cekung dan mempunyai sebuah fasies artikularis di tengahnya, yang digunakan untuk bersendi dengan dens episthropei. Pada bagian tepi atasnya merupakan tempat melekat dari membrana atlanto oksipitalis anterior (Bajpai, 1991: 208).

Arcus posterior C.V. Cervicalis ini membentuk 2/5 dari seluruh lingkaran tulang. Arcus  Posterior mempunyai sebuah tuberkulum posterior yang merupakan processus spinosus. Pada bagian tepi atas arkus merupakan tempat melekat dari membrana atlanto ocsipitalis posterior dan pada bagian tepi bawah menjadi tempat melekatnya serabut paling atas dari ligamentum  flava. Struktur processus spinosus yang pendek pada arkus posterior membantu gerakan leher untuk mengangguk menjadi lebih bebas (Bajpai, 1991: 208).
Massa lateralis memiliki bentuk yang relatif padat dan kuat. Pada permukaan superiornya terdapat sebuah fasies artikularis yang digunakan untuk tempat bersendinya massa lateralis dengan kondilus ocsipitalis yang membentuk artikulasio atlanto ocsipitalis. Pada permukaan inferiornya mempunyai sebuah fasies artikularis inferior yang digunakan untuk bersendinya massa lateralis dengan fasies artikularis superior dari axis yang digunakan pada membentuk artikulasio atlato axialis. Permukaan anterior dari masa laterais merupakan origo dari muskulus rektus kapitis anterior. Pada permukaan medialis dari masa lateralis terdapat sebuah tuberkulum yang kecil dan merupakan tempat melekatnya ligamentum transversum (Bajpai, 1991: 208).
Processus tranversus pada os. atlas sangat panjang sehingga lebar dari os. atlas paling besar dari semua C.V. Cervicalis. Ujung dari processus tranversus os. atlas berbentuk mendatar dan tidak memiliki tuberkulum ganda berbeda dengan C.V. Cervicalis yang lain. Seperti C.V. Cervicalis yang lain bagian tulang ini mempunyai dua buah radiks yang menutup foramen transversarium. Permukaan anterior dari prosesus tranversus merupakan tempat melekatnya muskulus rektus kapitis lateralis, sedangkan permukaan posteriornya tempat melekat dari muskuli oblikus kapitis superior dan inferior (Bajpai, 1991: 209).

Gambar 2.2 Anatomi C.V. Cervicalis 1 / Os. Atlas (Bontrager, 2005: 293)

a.    C.V. Cervicalis Kedua atau Os. Axis
Os. Axis merupakan C.V. Cervicalis kedua yang memiliki procesus berbentuk kerucut yang kokoh pada permukaan bagian atas yang disebut dens. Pada permukaan superior dari badan vertebrae terdapat prosesus artikularis superior yang akan bergabung dengan procesus artikularis inferior dari os. atlas. Lamina dari os. axis tebal dan lebar. Procesus spinosus dari os. axis berada dalam posisi horizontal (Ballinger, 2007: 377).

Gambar 2.3 Anatomi C.V. Cervicalis 2 / Os. Axis (Bontrager,  2005: 293)

a.    C.V. Cervicalis Ketiga sampai dengan Keenam
Untuk C.V. Cervicalis ketiga sampai dengan keenam memiliki struktur dan bentuk yang sama. Pada processus tranversus dari C.V. Cervicalis ketiga-keenam terdapat lubang yang disebut foramen tranversarium. Foramen tranversarium ini merupakan tempat yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Pada C.V. Cervicalis ketiga-keenam mempunyai tiga buah lubang yaitu satu foramen vertebrae dan dua foramen tranversarium. Processus spinosus yang dimiliki C.V. Cervicalis ketiga-keenam cukup pendek dan diujung processus spinosus terpecah menjadi dua belahan (Bontrager, 2005: 292).


Gambar 2.4 Anatomi C.V. Cervicalis 3 – 6 (Bontrager,  2005: 292)

a.    C.V. Cervicalis Ketujuh atau Os. Prominens
Ruas C.V. Cervicalis 7 berada pada perbatasan antara daerah cervical dan thorax dari ruas tulang belakang dan dapat dikatakan sebagai tulang belakang transisi karena mempunyai bentuk yang khas bila dibandingkan dengan tulang belakang lainnya. Processus spinosus yang dimiliki oleh os. prominens paling panjang dari C.V. Cervicalis yang lain (Bajpai, 1991: 210).




Gambar 2.5 Anatomi C.V. Cervicalis 7 / Os. Prominens (Ballinger, 2007: 378)

2.      Patologi Anatomi
Pemeriksaan radiodiagnostik C.V. Cervicalis biasanya dilakukan apabila ada kelainan atau klinis, seperti : fraktur, cervical syndrome, spondylosis, osteofit dan penyempitan foramen intervertebralis.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer dan Bare, 2001). Fraktur juga dapat diartikan dengan setiap retak atau patah yang terjadi pada tulang yang utuh (Roux dan Lockhart, 2001).
Cervical syndrome adalah sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar, spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural columna vertebrae cervicalis akibat perubahan degenerative pada discus intervertebralis dan pada ligamentum flavum. Kelainan ini membuat gerakan leher jadi terbatas. Gangguan akibat tekanan mendadak pada columna vertebrae cervicalis dapat menimbulkan, nyeri kepala, vertigo, tinnitus atau drop attacks.
Spondylosis adalah kelainan degenaratif yang menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal spinal. Proses penuaan adalah penyebab utama tapi lokasi dan percepatan degenarsi bersifat individual. Proses degenaratif pada region cervical, thoracal, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi faset (Kalim, 1996).
Spondylosis ini termasuk penyakit degeneratif yang proses terjadinya secara umum disebabkan oleh berkurangnya kekenyalan discus yang kemudian menipis dan diikuti dengan lipatan ligamen disekeliling corpus vertebrae, seperti ligamentum longitudinal. Selanjutnya pada lipatan ini terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit. Spondylosis kebanyakan menyerang pada usia di atas 40 tahun (Appley, 1995).
Osteofit adalah terbentuknya suatu tulang baru yang sebenarnya ditujukan untuk memperbaiki kerusakan akibat penipisan tulang rawan sendi, tetapi gagal untuk mengatasi kerusakan tersebut. Dan membuat keadaan tulang semakin parah.
Penyempitan foramen intervertebralis adalah suatu keadaan dimana terjadinya degenerasi pada facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang kemudian terjadi osteofit dan mengakibatkan terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan akan menyebabkan terjadinya kompresi / penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan extensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas / toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun.

3.   Jarak
            Pada pemeriksaan radiografi untuk menghasilkan kualitas gambar yang optimal serta memberikan proteksi radiasi pada pasien maka perlu diperhatikan jarak pada saat melakukan pemeriksaan. Adapun macam-macam jarak tersebut adalah :
a.       Focus Film Distance (FFD)
Focus Film Distance (FFD) atau jarak antara fokus dan film adalah jarak dari fokus tabung sampai dengan permukaan film dan biasanya dinyatakan dalam satuan centimeter (cm) (Jenkins, 1980: 101). FFD merupakan hasil penjumlahan dari Object Film Distance (OFD) dan Focus Ocject Distance (FOD). Kemungkinan pengaburan atau biasa disebut dengan ketidaktajaman geometri dapat ditentukan dari hubungan berikut :

(Hoxter, 1973: 54)

Untuk memperoleh ukuran yang tepat serta ketajaman geometri perlu digunakan OFD yang kecil dan FOD atau FFD yang besar. Pada saat objek diletakkan secara langsung pada film, ketidaktajaman menjadi kecil. Ketidaktajaman tinggi yang didapatkan sebanding dengan jarak sumber sinar ke film dan jarak sumber sinar ke objek yang bertambah. Sebenarnya penumbra pada gambar radiografi dapat diperkecil dengan memperbesar atau memperpanjang FFD dan FOD (Carrol, 1985: 3) 

b.      Object Film Distance (OFD)
                  Object Film Distance (OFD) adalah jarak antara objek dan bayangan atau film. OFD ini merupakan faktor penting dalam pengaturan ketajaman radiografi. Ketika objek diletakkan langsung di atas film, maka ketajaman radiografi akan optimal. Oleh karena itu diusahakan untuk meminimalkan OFD pada semua prosedur pemeriksaan radiografi normal (Carrol, 1985: 4). Pada saat OFD bertambah maka ketajaman tidak sebesar ketika objek dekat dengan film. Lebih besar OFD maka akan lebih besar penumbra yang dihasilkan, sehingga akan lebih besar ketidaktajamannya yang terjadi pada gambar radiografi.

a.       Focus Object Distance (FOD)
                  Focus Object Distance (FOD) atau jarak antara fokus dan objek adalah jarak dari fokus tabung sampai dengan objek. Menurut hukum proyeksi sentral ketidaktajaman dan penyimpangan ukuran objek sebenarnya akan semakin kecil, apabila FOD besar, jarak FOD ini sekurang-kurangnya lima kali dari tebal objek (Hoxter, 1973: 52).

4.   Faktor Eksposi
5.   Teknik Pemeriksaan C.V. Cervicalis
Terdapat beberapa proyeksi pada pemeriksaan C.V. Cervicalis, tetapi disini penulis hanya akan membahas teknik pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral menurut beberapa tokoh yaitu :
a.       Posisi Pasien                : Pasien diposisikan lateral disamping vertical grid device dapat duduk maupun berdiri. Ketinggian kaset diatur sehingga pertengahannya pada C.V. Cervicalis keempat (Ballinger, 2007: 400 / Clark, 1973: 182 / Bontrager, 2005: 309). Menurut Eisenberg, 1989: 170 pada posisi pasien untuk pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral penggunaan teknik bucky lebih disukai atau sering dipakai, walaupun beberapa depertemen lebih memerlukan grid stationary bukan teknik bucky.
Berikut ini adalah gambaran posisi dari pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral kiri menurut Ballinger.

Gambar 2.8 Posisi Pasien C.V. Cervical Proyeksi Lateral (Ballinger, 2007: 400)

Berikut ini adalah gambaran posisi dari pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral kanan menurut Eisenberg.
Gambar 2.9 Posisi Pasien C.V. Cervicalis Proyeksi Lateral (Eisenberg, 1989: 170)

Berikut ini adalah gambaran posisi dari pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral kiri  menurut Clark.

Gambar 2.10 Posisi Pasien C.V. Cervicalis Proyeksi Lateral (Clark, 1973: 182)


Berikut ini adalah gambaran posisi dari pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral kiri menurut Bontrager.

Gambar 2.11 Posisi Pasien C.V. Cervicalis Proyeksi Lateral (Bontrager, 2005: 309)
b.      Posisi Objek                : Coronal plane yang menembus mastoid tips diatur pada midline film. Pasien diposisikan sedekat mungkin dengan kaset. Pasien merotasikan shoulder ke arah anterior atau posterior untuk mengimbangi bentuk kyphosis dari cervical. Kedua
c.        bahu pasien diatur dalam bidang horizontal yang sama. Untuk mengatur agar bahu tertarik ke bawah maka kedua tangan bisa memegang beban yang beratnya sama. Tubuh pasien diatur sehingga dalam keadaan true lateral. Dagu pasien diextensikan, dan pasien diberi pelindung gonad. Pasien menahan napas, diakhir eksposi keluarkan napas sehingga kedua bahu tertekan dan tidak bergerak (Ballinger, 2007: 400 / Eisenberg, 1989: 170 / Clark, 1973: 182 / Bontrager, 2005: 309).
c.       Pusat Sinar                  : Sinar diarahkan tegak lurus menuju C.V. Cervicalis keempat. Direkomendasikan penggunaan SID 60-72 inchi (152-183 cm) karena adanya peningkatan OID (Ballinger, 2007: 401 / Bontrager, 2005: 309). Menurut Eisenberg, 1989: 171 digunakan SID 72 inchi pada pemeriksaan C.V. Cervicalis proyeksi lateral karena SID yang lebih panjang ini akan menggantikan kerugian magnifikasi yang disebabkan oleh peningkatan jarak objek ke film, hal ini berkaitan dengan kedudukan bahu pada gride device. Sedangkan menurut Clark, 1973: 182 untuk menggantikan kerugian karena adanya jarak subjek dengan film, maka dapat ditingkatkan kenaikan jarak fokus ke film sedikitnya menjadi 60 inchi.
d.      Kriteria Gambar          : Tampak jelas ketujuh ruas C.V. Cervicalis. Leher pasien extensi sehingga ramus mandibula tidak overlapping dengan C1 dan C2. Ramus mandibula yang superimposi atau hampir superimposi. Tidak ada rotasi cervical. Gambaran radiografi vertebrae cervical ke 4 yang menjadi CP (Ballinger, 2007: 400 / Clark, 1973: 182 / Bontrager, 2005: 309). Menurut Eisenberg, 1989: 171 apabila C7 tidak terlihat padahal pasien telah menekan bahunya dengan maksimal, maka dapat digunakan proyeksi swimmers’ lateral.


                                    2.12 Gambar C.V. Cervical Proyeksi Lateral (Ballinger, 2007: 401)


Gambar 2.13 Gambar C.V. Cervicalis Proyeksi Lateral (Eisenberg, 1989: 182)



                                   Gambar 2.14 Gambar C.V. Cervicalis Proyeksi Lateral (Clark, 1973: 182 )




Gambar 2.15 Gambar C.V. Cervicalis Proyeksi Lateral (Bontrager, 2005 :309)

   Daftar Pustaka



Bajpai .M.S, R.N. Dr. Human Osteology, dalam terjemahan Ridwan Harianto, Osteologi Tubuh Manusia. 1991. Binarupa Aksara: Jakarta.

Ballinger, Philip W. 2007. Merril’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic
Procedure, Volume One, Eleventh Edition. The CV Mosby: St. Louos.

Ball, John dan Tony Price. 1989. Chesney Radiographic Imaging, 5th edition. Blackwell Publication: Melbourne.

Bontrager, Kenneth .L. dan John P. Lampignano. 2005. Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Sixth  Edition. Westline Industrial Drive: St.
Louos.

Carlton, Richard, et.al. 1992. Principle of Radiographic Imaging an Art and a Science. Delmar Publisher Inc: New York.

Clark, K.C. 1973. Positioning in Radiography, Volume One, Ninth Edition. ILFORD
Limited: London.

Eisenberg, Ronald L, et.al. 1989. Radiographic Positioning, First Edition. Little, Brown and Company: Boston.

Hoxter, Erwin .A. 1973. Teknik Memotret Rontgen, dalam terjemahan S. Sombu .P. Jakrta.

Jenskins, David. 1980. Radiographic Photography and Imaging Processes. MTP
Press Limited: United Kingdom.

Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.






 



Komentar